Singkawang, MC – Beberapa waktu lalu, Pemerintah Kota Singkawang melalui Dinas Kesehatan dan KB (Dinkes KB) telah melakukan penangangan difteri dengan mencanangkan Outbreak Response Immunization (ORI) dan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) tahun 2022. Program-program ini bertujuan untuk menjaga kesehatan masyarakat Kota Singkawang, khususnya di kalangan usia anak-anak.
Pemberian imunisasi ini menjadi salah satu solusi kesehatan dalam mencegah terjadinya penularan penyakit seperti Campak, Rubela dan Difteri. Umumnya penyakit tersebut dilaporkan lebih mudah menyerang anak-anak dan dapat berakibat fatal jika tidak dilakukan pencegahan sedini mungkin.
Kepala Dinas Kesehatan dan KB Kota Singkawang dr. Alexander menyebutkan hasil kegiatan imunisasi massal atau Outbreak Response Immunization (ORI) yang dilaksanakan pada tahap pertama mencapai 62,85 persen. Sementara itu, pada tahap kedua mencapai 44,30 persen dengan cakupan sekitar 58.000 jiwa.
Namun, capaian pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) tahun 2022 di Kota Singkawang masih rendah, yaitu 2,5 persen dari sasaran anak pada rentang usia 9 bulan hingga 12 tahun. Rendahnya capaian BIAN, menurut Alexander, dikarenakan banyaknya jenis-jenis banyaknya imunisasi yang harus diberikan.
“Rendahnya capaian BIAN ini karena kondisi pada saat ini anak-anak kita seperti di bom dengan segala macam imunisasi. Mulai dari imunisasi ORI untuk difteri yang dilakukan sebanyak 3 (tiga) tahap, vaksinasi Covid-19 yang dilakukan sampai 2 kali dan program imunisasi Kejar pada anak balita. Sekarang, kita juga dihadapkan lagi pada pelaksanaan BIAN ini,” kata Alexander pada pertemuan evaluasi penanganan kasus difteri dan kegiatan BIAN di Hotel Dangau, Kamis (9/6/2022).
Kegiatan ini dihadiri OPD terkait, Camat dan Lurah se Kota Singkawang. Hadir pula perwakilan lembaga PBB yang bergerak di bidang kesehatan, yaitu UNICEF Indonesia.
Kepala Kantor Perwakilan UNICEF wilayah NTT, NTB dan Kalimantan Yudishtira Yewangoe mengatakan pihaknya sangat mendukung pemerintah daerah untuk memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat.
Ia mengatakan UNICEF melihat 2 (dua) isu krusial pada pelaksanaan imunisasi rutin lengkap untuk anak di suatu daerah. Di antaranya, hal ini disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia dan timbulnya peningkatan kasus penyakit difteri sehingga mengakibatikan kejadian luar biasa (KLB).
“Yang pertama, tidak tercapainya cakupan imunisasi rutin lengkap untuk anak dan diperparah oleh penurunan cakupan sejak adanya pandemi Covid-19. Untuk wilayah Kalimantan, isu kedua yang sempat disinggung bahwa timbulnya kejadian luar biasa, seperti kasus Difteri,” jelasnya.
Ia menambahkan perlu adanya dukungan pemerintah dalam mendukung pelaksanaan imunisasi dan vaksinasi. Selain itu, pembekalan pengetahuan kepada tenaga kesehatan dan mobilisasi dalam rangka mengedukasi masyarakat untuk mendorong peningkatan cakupan tersebut.
“Ada 3 (tiga) hal yang perlu didukung. Pertama, komitmen pemerintah perlu ditunjukkan dengan regulasi-regulasi yang mendukung pelaksanaan imunisasi dan vaksinasi. Kedua, kapasitas dan pengetahuan teknis staff lapangan perlu didukung sehingga mereka dapat memberikan pelayanan dan informasi yang lengkap. Ketiga, perlu ada mobilisasi dan edukasi kepada masyarakat sehingga mereka memahami dan mau mendapatkan pelayanan kesehatan ini,” ujarnya.
Bidang Informasi dan Komunikasi Publik