Singkawang, MC – Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri kembali menggelar Rapat Koordinasi Mingguan Pengendalian Inflasi Daerah 2023 di Jakarta Pusat, Senin (20/2/2023). Kegiatan ini bertujuan untuk mengantisipasi potensi krisis ekonomi global yang diikuti oleh Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota se-Indonesia) secara virtual.

Acara dibuka oleh Menteri Dalam Negeri RI, Muhammad Tito Karnavian dan disusul paparan Indeks Perkembangan Harga (IPH) oleh Deputi Bidang Statistik Produksi Badan Pusat Statistik, M. Habibullah. Tito Karnavian menyampaikan temuan hasil survei Badan Pusat Statistik bahwa inflasi di awal tahun 2023 relatif lebih rendah ketimbang awal tahun 2022, yaitu dari 5,51 persen menjadi 5,28 persen.

“Kemendagri secara rutin, setiap minggu melakukan pengecekan dan monitoring di sebanyak 160 daerah, serta mengumumkan IPH sebagai proxy inflasi setiap minggunya,” ungkap Tito sambil membuka zoom meeting.

“Intinya, kita melihat bahwa perhatian kita pada komoditas yang paling utama, yaitu Beras dan Minyak Goreng. Di samping itu, 2 (dua) produk lainnya juga masih terjadi kenaikan harga di beberapa daerah, yaitu Cabai Merah Keriting dan Bawah Merah. Sementara, komiditas yang lain bervariasi sesuai dengan daerah masing-masing tapi tidak merata secara nasional,” tambahnya.

Secara nasional, Deputi Bidang Statistik Produksi Badan Pusat Statistik, Habibullah mengatakan kenaikan harga tertinggi terjadi di Kabupaten Solok, Sumatera Barat dengan nilai IPH 7,46 persen. Sedangkan, penurunan harga tertinggi terjadi di Kabupaten Ogan Komering Hilir, Sumatera Selatan dengan nilai IPH minus 7,19 persen.

“Kalau dilihat IPH tertinggi berdasarkan pulau, di pulau Sumatera dengan IPH tertinggi itu Kabupaten Solok sebesar 7,46 persen dengan komoditas andil terbesar, yaitu Cabe merah, Beras dan Bawang Merah. Di pulau jawa, IPH tertinggi di Kabupaten Garut, Jawa Timur sebesar 5,3 persen dengan komoditas andil terbesar, yaitu Beras, Bawang Merah dan Minyak Goreng,” ujarnya.

Sementara IPH tertinggi selain pulau Jawa dan Sumatera, kenaikan harga tertinggi di Kabupaten Lombok Barat, NTB dengan nilai IPH 7,43 persen dan komoditas andil terbesar, yaitu Beras, Udang Basah dan Telur Ayam Ras.

Habibullah menambahkan komiditas beras merupakan penyumbang kenaikan harga di 147 kab/kota, kemudian bawang merah di 125 kab/kota, minyak goreng diangka 118 kab/kota dan cabe merah di angka 96 kab/kota.

Menanggapi akan hal tersebut, Pj. Wali Kota Singkawang Sumastro segera berkonsolidasi dengan forkopimda dan stakeholder terkait upaya pengendalian inflasi daerah di Kota Singkawang.

“Kita melihat bahwa jadwal untuk operasi pasar gerakan pangan murah ini harus segera diluncurkan. Apalagi situasi menjelang Ramadhan dan mengantisipasi lonjakan inflasi pada saat Idul Fitri. Kemudian, gerakan untuk menanam sayur di halaman rumah, ternak unggas seperti ayam, itik dan sebagainya harus kita gencarkan. Hal-hal yang bisa kita sediakan sendiri harus kita perkuat,” ujarnya.

Sumastro menjamin komoditas beras di BULOG dapat mencukupi kebutuhan masyarakat hingga momen Idul Fitri. Selain Perkarangan Pangan Lestari (P2L) digencarkan, Ia menghimbau masyarakat agar membeli kebutuhan pokok di rumah sesuai dengan kemampuan finansial rumah tangga masing-masing.

“Kalau kita lihat kondisi mengenai cadangan beras di BULOG, kita sudah siap. Tinggal yang membuat inflasi tadi kan beras premium yang umumnya dikonsumsi masyarakat kelas menengah keatas. Tentu, masyarakat bisa membuat pilihan kalau tidak mampu beras premium, ya kita sesuaikan dengan kemampuan finansial dengan mengkonsumsi beras lainnya,” ujarnya.

Bidang Informasi dan Komunikasi Publik