Singkawang, MC – Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat per tanggal 30 November 2023, telah terjadi 151 kasus demam berdarah (DBD) di Kota Singkawang dengan kasus meninggal sebanyak 5 orang. Kota Singkawang menduduki posisi 13 dari 14 kabupaten/kota dengan jumlah kasus DBD terbanyak.

Data tersebut disampaikan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan dan KB Kota Singkawang, Mursalin, Jumat (1/12/2023).

Meskipun kasus DBD di Singkawang tidak sebanyak daerah lainnya di Kalbar, tetap saja jumlah pasien DBD di hampir seluruh Rumah Sakit yang ada di Singkawang mengalami peningkatan.

Hal itu terjadi karena Rumah Sakit di Singkawang menjadi rujukan bagi pasien DBD dari Kabupaten Sambas, Bengkayang, Mempawah bahkan dari Provinsi Kepulauan Riau.

“Memang secara jumlah kasus, sebenarnya kita ini jauh dibawah kabupaten/kota lainnya di Kalbar, kita berada di posisi 13 dari 14 kabupaten/kota di Kalbar, namun kenyataannya, Rumah Sakit disini (Singkawang) hampir semuanya penuh oleh pasien DBD. Dan itu sebenarnya bukan hanya pasien dari Singkawang, tapi kita juga menangani pasien DBD dari Sambas, Bengkayang dan Mempawah, bahkan dari Kepri pun dirujuk kesini,” ungkap Mursalin.

Terkait pencegahan penyebaran DBD, pihaknya sudah melakukan tindakan abatesasi dan fogging (penyemprotan).

Bahkan terhitung sejak Maret 2023, pihaknya sudah melakukan abatesasi di sekolah dan wilayah RT yang disinyalir rawan akan penularan DBD.

Mursalin menambahkan, sesuai hasil pemetaan pihak Puskesmas, RT yang dikategori rawan DBD adalah RT yang dalam 3 tahun terakhir terdapat kasus DBD di wilayah nya.

“Jadwal kegiatan abatesasi itu sudah kita lakukan dalam setiap triwulan, tepatnya di bulan Maret, Juni, September dan Desember. Oleh karena terjadi peningkatan kasus DBD di bulan November ini, jadilah abatesasinya kita majukan dari November hingga Desember di sekolah-sekolah dan RT yang rawan DBD,” katanya.

“Berdasarkan hasil pemetaan di Puskesmas, RT yang disebut rawan DBD itu adalah RT yang dalam 3 tahun terakhir terjadi kasus DBD di wilayahnya,” tambahnya.

Mengenai kegiatan fogging (penyemprotan), baru bisa dilakukan jika di suatu wilayah telah terjadi kasus DBD dengan tingkat pertumbuhan jentik-jentik sebesar 5 persen dari jumlah rumah yang dipantau di wilayah tersebut.

Bid. IKP